Cctvkebumen – Kasus hilangnya rekaman CCTV terkait insiden yang menimpa Afif Maulana telah menarik perhatian publik. Kasus yang menyita perhatian ini akhirnya mendapatkan tanggapan dari Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Kapolda Sumbar), Irjen Suharyono.
Afif Maulana, seorang siswa SMP yang terlibat dalam sebuah insiden yang belum sepenuhnya jelas, memicu polemik setelah dikabarkan rekaman CCTV yang seharusnya dapat menjadi bukti penting dalam kasus ini mendadak hilang. Hilangnya rekaman ini menimbulkan spekulasi dan kecurigaan di masyarakat mengenai transparansi dan integritas penanganan kasus tersebut.
Suharyono menyatakan bahwa kamera CCTV di Polsek Kuranji berfungsi dengan baik dan tidak rusak, namun rekamannya sudah terhapus. Menurut Suharyono, berdasarkan keterangan para ahli, CCTV di Polsek Kuranji hanya memiliki kapasitas penyimpanan sebesar 1 terabyte (TB), yang hanya mampu menyimpan rekaman selama 11 hari. Sementara itu, pada 23 Juni, rekaman CCTV baru dibuka atau diperiksa oleh ahli, lebih dari 15 hari setelah kejadian.
Suharyono menegaskan bahwa penyebab utama kematian Afif adalah murni karena melompat ke sungai, bukan akibat penyiksaan oleh anggota polisi. Pada saat kejadian, Afif diduga terlibat dalam tawuran dan melarikan diri saat dibubarkan oleh tim Sabhara Polda Sumbar hingga terjun ke sungai. Ia juga menjelaskan bahwa ketika tim datang, Afif sedang sibuk mencari ponselnya yang hilang. Tiba-tiba, saat dia berpaling ke kiri, lehernya disentuh oleh seorang polisi.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan tim dari Mabes Polri untuk ikut mengecek penyelidikan kasus dugaan penganiayaan oleh anggota Polda Sumatera Barat terhadap Afif hingga tewas. Sigit menjelaskan bahwa tim yang dikerahkan untuk melakukan supervisi ini terdiri dari Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) dan Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Tuntutan Keluarga dan LBH Padang Atas Kasus Afif Maulana
Afif Maulana ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, Kota Padang, dalam keadaan yang mencurigakan. Keluarga dan pihak LBH menduga bahwa Afif mengalami penyiksaan yang berujung pada kematiannya. Kasus ini menimbulkan perhatian publik dan berbagai pihak menuntut transparansi serta keadilan atas kasus tersebut.
Keluarga Afif Maulana bersama LBH Padang menuntut agar hasil autopsi segera diberikan untuk mengetahui penyebab pasti kematian Afif. Mereka juga meminta rekaman CCTV yang mungkin dapat memberikan bukti lebih lanjut terkait kejadian tersebut. Transparansi dari pihak kepolisian sangat diharapkan guna memberikan kejelasan dan keadilan bagi keluarga korban.
Setelah hasil otopsi keluar, mereka juga mengklaim belum menerima salinan hasil autopsi dari Polda Sumatera Barat. Indira, perwakilan dari LBH Padang, menyatakan bahwa keluarga Afif Maulana dan pengacara sempat dijanjikan oleh Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal Suharyono akan diberikan salinan hasil autopsi dan rekaman CCTV terkait insiden tersebut. Namun hingga saat ini, janji tersebut belum dipenuhi oleh Kapolda Sumbar.
Cerita Keluarga Afif Maulana hingga Dimarahi Polisi
Keluarga Afif Maulana, seorang siswa SMP di Padang yang meninggal dunia diduga karena penganiayaan oleh polisi. Mengaku menghadapi tekanan dari pihak kepolisian saat mencari tahu alasan kematian anak mereka. Ibunda Afif, Anggun Andriani, menceritakan bahwa saat ia mendatangi Polsek Kuranji, Padang, untuk mencari informasi, ia justru dimarahi oleh polisi yang menyebut Afif meninggal karena ikut tawuran.
Ayah Afif, Afrinaldi, menyatakan bahwa pihak kepolisian juga meminta kakek Afif untuk menandatangani surat perjanjian untuk menghentikan penyelidikan terkait kematian Afif. Keluarga menolak menandatangani surat tersebut karena mencurigai ada ketidakwajaran dalam kematian Afif. Kecurigaan keluarga semakin kuat karena penjelasan polisi bahwa Afif meninggal akibat tawuran dan melompat ke sungai tidak sesuai dengan kondisi jenazah yang ditemukan.
Tubuh Afif penuh dengan luka lebam, bukan cedera yang biasa ditemukan pada korban jatuh ke sungai. Sebelumnya, Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono menyatakan bahwa kasus kematian Afif (12) di Sungai Batang Kuranji, Padang, dianggap sudah selesai, tetapi bisa dibuka kembali jika ada bukti baru.
Suharyono menjelaskan bahwa hasil otopsi menunjukkan tulang iga belakang bagian kiri Afif patah sebanyak enam ruas. Dan patahannya merobek paru-paru, diduga akibat berbenturan dengan benda keras. Di sisi lain, hasil investigasi dari LBH Padang menduga Afif mengalami penganiayaan sebelum tewas, dengan bukti adanya luka-luka lebam di tubuhnya.
Beberapa Fakta Menarik Terkait Kasus Afif Maulana
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan telah mengungkapkan berbagai kejanggalan dalam kematian Afif Maulana (AM), seorang pelajar SMP berusia 13 tahun, yang diduga disiksa oleh polisi pada 9 Juni 2024 di Padang, Sumatera Barat. Selain AM, penyiksaan ini juga diduga menyebabkan 17 korban lainnya mengalami luka-luka.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menemukan beberapa fakta awal dan kejanggalan terkait kasus ini, di antaranya:
1. Inkonsistensi dari Kapolda Sumbar
Pertama, terdapat inkonsistensi dari Kapolda Sumbar dalam memberikan keterangan. Pada awalnya, Kapolda menyangkal bahwa korban AM termasuk di antara 18 orang yang telah ditangkap. Namun, setelah kasus tersebut menjadi viral, ia menyatakan bahwa korban AM meninggal akibat benturan yang terjadi saat meloncat dari jembatan. Juga luka-luka yang ada di tubuh korban dianggap sebagai lebam mayat.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan mengkritik pernyataan Kapolda terkait kematian AM, mengatakan bahwa tidak ada dukungan dari analisis forensik dan bukti terkait kasus dugaan tindak penyiksaan yang mengakibatkan kematian tersebut.
2. Kepolisian Mengaburkan Fakta Peristiwa
Yang selanjutnya, kepolisian diduga mengaburkan fakta dan kronologi peristiwa. Di awal peristiwa ini, pihak kepolisian mengungkapkan bahwa prosedur pengamanan terhadap anak-anak dan remaja yang diduga terlibat dalam tawuran telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Kemudian, terkait korban AM, Kapolda Sumbar mengarahkan bahwa kematian AM disebabkan karena melompat dari jembatan saat proses pengamanan. Padahal, tidak ada saksi yang melihat korban AM melompat. Tetapi, Polda Sumbar hanya memusatkan perhatian pada keterangan dari saksi A yang mengatakan bahwa korban AM mengajaknya untuk melompat.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penyiksaan menilai bahwa setelah jenazah korban AM ditemukan, pihak kepolisian tidak pernah melakukan pemeriksaan terhadap anak dan remaja yang ditangkap saat kejadian. Ternyata, pernyataan polisi itu akhirnya berubah menjadi kejadian terpeleset dari jembatan.
3. Dokter Forensik tidak Memberikan Laporan Autopsi pada Keluarga Korban
Dalam insiden ini, dokter forensik tidak memberikan laporan resmi autopsi kepada keluarga. Hal ini menyulitkan keluarga dalam memperoleh informasi tentang kondisi korban, AM. Selain itu, keluarga juga tidak mendapatkan penjelasan yang jelas mengenai penyebab kematian AM dari pihak berwenang.
4. Adanya Masalah Lain Terkait Kasus AM
Terdapat dua masalah utama terkait penanganan kasus ini. Pertama, penyidik tidak mengungkapkan laporan autopsi kepada keluarga korban AM. Dokter yang menangani kasus ini tidak secara transparan memberikan informasi tentang penyebab kematian AM kepada pihak keluarga.
5. Manipulasi Opini Publik
Terakhir, manipulasi opini publik melalui informasi terpilih dari dokter ahli forensik. Penyelidikan mengungkap bahwa selain menyembunyikan penyebab kematian, dokter ahli forensik yang ditunjuk oleh pihak kepolisian juga mengabaikan kemungkinan penyiksaan sebagai faktor dalam meninggalnya AM. Terlebih lagi, banyak detail teknis kedokteran forensik yang diungkapkan tidak relevan dengan kasus kematian AM, seolah-olah mengaburkan fakta sebenarnya (smoke-screen).
Itulah yang dapat dijelaskan mengenai kasus seorang pelajar SMP Afif Maulana yang masih belum terpecahkan hingga saat ini. Semoga kasus tersebut cepat terselesaikan dan keluarga korban diberikan ketabahan.